Selasa, 24 Mei 2011
Pemutaran Film Dokumenter "BABAD TANAH PEMALANG" Di pendopo Pemalang
Film dokumenter ‘Babad Tanah Pemalang’ (BTP) produksi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Pemalang yang dilaunching Senin malam (2 /8) di pendopo kabupaten menjadi buah bibir masyarakat yang memang haus hiburan sekaligus masih awam terhadap latar belakang sejarah daerahnya.
Film garapan sutradara asal Pemalang, Torro Margens yang naskah cerita dan skenarionya diracik penulis dan sutradara kondang Imam Tantowi, dinilai mampu memberikan gambaran masyarakat Kota Ikhlas akan masa lalu kabupaten tertua di telatah pantura tersebut.Dalam film yang dibintangi sejumlah aktor nasional dan diramaikan sekitar seratus pemain lokal tersebut dikisahkan keberadaan Pangeran Benowo paska kemelut kekuasaan di Kesultanan Pajang.Putera Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) dari istri selir itu kemudian memutuskan menetap di Kadipaten Pemalang yang sedang ‘komplang’ (tak mempunyai raja) setelah ditinggal sang adipati Anom Windugalbo.Pemalang sendiri merupakan telatah gemah ripah dibawah rehrehan Kesultanan Pajang. Kadipaten Pemalang sebagaimana digambarkan dalam cerita sinea itu merupakan kawasan penting yang sepeninggal sang adipati hanya dipimpin seorang patih muda bernama Jiwonegoro. Patih yang bersahaja namun sakti mandraguna ini dengan rendah hati mengakui dirinya hanyalah seorang patih, sedang Pemalang ditinggalkan rajanya.Terkisah di suatu malam Jiwonegoro yang dalam legenda dikenal dengan julukan Patih Sampun, mendapat wisik dari Gusti Kang Murbeng Dumadi berupa tengara hadirnya sebilah keris pusaka luk tigabelas. Ternyata dikemudian hari wisik itu menjadi kenyataan, Pangeran Benowo yang notabene pewaris pusaka keris luk tigabelas bernama Kyai Tapak, benar-benar datang untuk menjadi raja di Pemalang. Kehadiran Pangeran Benowo bersama guru spiritualnya Ki Julung Wangi dan resi pengasuh Ki Buyut Jamur Apu disambut oleh Syeh Talabudin, ulama asal Cirebon yang mengasuh padepokan santri di Warung Asem dan Padurungan Taman.Syeh Talabudin dan Ki Julung Wangi merupakan sahabat seperguruan ketika menimba ilmu pada seorang wali di Demak Bintoro. Oleh Syeh Talabudin, Pangeran Benowo yang kemudian menjadi muridnya disarankan tetirah untuk menenangkan diri sekaligus memimpin Kadipaten Pemalang yang telah komplang karena dua petingginya, yaitu Adipati Anom Windugalbo dan Patih Gede Murti, telah meninggal.Pangeran Benowo memenuhi harapan ulama tersebut, kemudian ditabalkan menjuadi Adipati Pemalang di pendopo kadipaten. Penobatan tersebut berlangsung malam hari pada 1 Syawal bertepatan pada tanggal 24 Januari 1575 yang dikemudian hari ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Pemalang. (Ruslan Nolowijoyo)www.pesisirnews.com
Babad Tanah Pemalang, Pengukuhan Sejarah Kabupaten Pemalang
Film garapan sutradara asal Pemalang, Torro Margens yang naskah cerita dan skenarionya diracik penulis dan sutradara kondang Imam Tantowi, dinilai mampu memberikan gambaran masyarakat Kota Ikhlas akan masa lalu kabupaten tertua di telatah pantura tersebut.Dalam film yang dibintangi sejumlah aktor nasional dan diramaikan sekitar seratus pemain lokal tersebut dikisahkan keberadaan Pangeran Benowo paska kemelut kekuasaan di Kesultanan Pajang.Putera Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) dari istri selir itu kemudian memutuskan menetap di Kadipaten Pemalang yang sedang ‘komplang’ (tak mempunyai raja) setelah ditinggal sang adipati Anom Windugalbo.Pemalang sendiri merupakan telatah gemah ripah dibawah rehrehan Kesultanan Pajang. Kadipaten Pemalang sebagaimana digambarkan dalam cerita sinea itu merupakan kawasan penting yang sepeninggal sang adipati hanya dipimpin seorang patih muda bernama Jiwonegoro. Patih yang bersahaja namun sakti mandraguna ini dengan rendah hati mengakui dirinya hanyalah seorang patih, sedang Pemalang ditinggalkan rajanya.Terkisah di suatu malam Jiwonegoro yang dalam legenda dikenal dengan julukan Patih Sampun, mendapat wisik dari Gusti Kang Murbeng Dumadi berupa tengara hadirnya sebilah keris pusaka luk tigabelas. Ternyata dikemudian hari wisik itu menjadi kenyataan, Pangeran Benowo yang notabene pewaris pusaka keris luk tigabelas bernama Kyai Tapak, benar-benar datang untuk menjadi raja di Pemalang. Kehadiran Pangeran Benowo bersama guru spiritualnya Ki Julung Wangi dan resi pengasuh Ki Buyut Jamur Apu disambut oleh Syeh Talabudin, ulama asal Cirebon yang mengasuh padepokan santri di Warung Asem dan Padurungan Taman.Syeh Talabudin dan Ki Julung Wangi merupakan sahabat seperguruan ketika menimba ilmu pada seorang wali di Demak Bintoro. Oleh Syeh Talabudin, Pangeran Benowo yang kemudian menjadi muridnya disarankan tetirah untuk menenangkan diri sekaligus memimpin Kadipaten Pemalang yang telah komplang karena dua petingginya, yaitu Adipati Anom Windugalbo dan Patih Gede Murti, telah meninggal.Pangeran Benowo memenuhi harapan ulama tersebut, kemudian ditabalkan menjuadi Adipati Pemalang di pendopo kadipaten. Penobatan tersebut berlangsung malam hari pada 1 Syawal bertepatan pada tanggal 24 Januari 1575 yang dikemudian hari ditetapkan menjadi Hari Jadi Kabupaten Pemalang. (Ruslan Nolowijoyo)www.pesisirnews.com
Babad Tanah Pemalang, Pengukuhan Sejarah Kabupaten Pemalang
LEGENDA sebuah kota atau kabupaten, terkadang membuat masyarakat menjadi kebingungan. Sebab, banyak kontroversi yang menyertainya di tengah masyarakat. Kontroversi itu, bahkan kerap memicu munculnya perdebatan pro kontra.
Meski begitu, bagi Kepala Bidang Seni dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Pemalang, Drs Hendro Susetyo MSi, pro kontra justru menjadi motivasi tersendiri. Yakni dengan menggarap film Babad Tanah Pemalang. Usaha dan kerja keras, yang pada awalnya mendapatkan banyak cibiran. Namun, toh pada akhirnya semua itu berlalu, karena film telah rampung digarap.
Darah seniman yang selama ini mendarah daging ditubuhnya, mengejawantahkan hasrat dan cita-cita akan nilai-nilai sejarah Kabupaten Pemalang. Dengan diproduseri sendiri, Film BTP begitu diputar pada malam kemerdekaan RI ke-65 lalu, mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat.
"Pada awalnya, ide membuat film ini mendapatkan banyak kritikan dari sana-sini. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkah kami untuk terus berjalan," terang suami dari Aninggar Trisnani ini, kepada Radar kemarin.
Mengenang proses dan perjalanan ide membuat film, pada awalnya Hendro sering mengadakan perkumpulan dengan beberapa seniman di Kabupaten Pemalang dan masyarakat pada umumnya. Dari kumpul-kumpul tersebut, banyak diantara mereka yang mempertanyakan sejarah berdirinya Kabupaten Pemalang yang sesungguhnya. Beberapa dokumen sejarah, kemudian dipelajarinya hingga berkali-kali.
Selanjutnya, ia mewacanakan gagasan untuk membuat sesuatu yang berbeda dalam mengenal sejarah, yakni melalui film. Rekan-rekannya ternyata mendukung, sehingga Hendro bertekad untuk mendokumentasikan perjalanan dan asal-usul berdirinya Kabupaten Pemalang.
Pergulatan kemudian dilanjutkan dengan berburu buku-buku dan dokumen-dokumen yang menceriterakan tentang sejarah Pemalang. Dimana selama lebih setengah tahun, dia berkeliling ke perpustakaan seluruh penjuru nusantara. Dengan harapan, akan menemukan otentifikasi sejarah. Sehingga saat difilmkan, rentetan cerita yang disuguhnkan dapat lebih mengena.
"Dari perpustakaan Solo, perpustakaan Keraton Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, Perpustakaan Nasional, hingga ke Kedutaan Besar Belanda di Jakarta," tutur ayah satu anak ini kepada Radar.
Untuk menggali lebih dalam, tambah Hendro, penulis naskah Film BTP, Imam Tantowi, bahkan sampai meminjam buku dari Belanda langsung. Yakni buku sejarah yang menceritakan raja-raja di Jawa secara lengkap.
Setelah mendapatkan bukti-bukti yang kuat, pria yang sudah 10 kali berpindah-pindah jabatan di Pemkab Pemalang ini menganalisis sumber-sumber yang ada untuk dijadikan sebagai rujukan.
Pemkab Pemalang sendiri saat ia mengajukan anggaran, menyetujuinya dengan menggelontorkan dana sebesar Rp 350 juta. Nominal yang menurutnya pas-pasan, karena untuk menyewa berbagai perlengkapan syuting, asesoris, akomodasi, konsumsi pemain selama syuting, serta lainnya, membutuhkan dana tidak sedikit. "Alokasi yang diberikan Pemkab 350 juta. Ini nominal yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai," ujar pria bertubuh pendek itu.
Film yang pada akhirnya disutradarai oleh Torro Margen, aktor kawakan asli Pemalang. Dengan hasil yang tidak mengecewakan, karena layaknya film kolosal, Film BTP menghasilkan visualisasi mentereng seperti halnya film Saur Sepuh, Babad Tanah Leluhur, serta film kolosal lainnya. Selama penggarapannya, BTP melibatkan setidaknya 200 pemain lokal dengan durasi waktu tiga bulan.
Terakhir, kandidat Doktor Sosiologi Jawa dari UGM Yogyakarta ini berharap, Film BTP dapat memberikan pengukuhan akan sejarah Kabupaten Pemalang. (cw2)